Aku sebagai ayah, akan tetap menggenggam gundah saya dengan senyum

Mungkin saja banyak yg tidak mengerti begitu pengorbanan seseorang ayah itu sangat luar biasa, bahkan juga seseorang ayah mampu berupaya untuk tampak ‘semua baik-baik saja’ dihadapan istri dan anak-anaknya. Cerita berikut ini adalah cerita yang kami kutip dari Mas Bayu Gawtama dan mudah-mudahan kita dapat mengambil hikmahnya. 

Pengorbanan Seorang Ayah Untuk Anak dan Istri

Pagi tadi saya melewati satu rumah, 50 mtr. dari rumah saya dan lihat seseorang isteri mengantar suaminya hingga pagar depan rumah. 

“Yah, beras sudah habis loh…” tutur isterinya. 
Suaminya cuma tersenyum dan bersiap melangkah, tetapi langkahnya berhenti oleh panggilan anaknya dari dalam rumah, 

“Ayah…, besok Agus mesti bayar uang praktek”. 
“Iya…” jawab sang Ayah. 

Getir terdengar di telinga saya, apalah lagi untuk lelaki itu, saya bisa menduga langkahnya makin berat. 
Ngomong-ngomong, saya jadi ingat pesan anak saya semalam, 

“besok beliin mobil polisi ya” dan saya cuma menjawabnya dengan “Iya” sembari berharap anak saya tidak kecewa bila malam nanti tangan ini tidak berjinjing buah kesukaannya itu. 
Di kantor, seseorang teman menerima SMS nyasar, 
“jangan lupa, pulang beliin susu Nadia ya”. 

Kontan saja SMS itu bikin rekan saya bingung dan sedikit berkelakar, “ini, anak siapa minta susunya ke siapa”. 
Saya juga pernah berpikir, mungkin saja bila SMS itu betul-betul sampai ke nomer sang Ayah, tambah satu gundah lagi yang bersemayam. Bila ada cukup uang di kantong, tidaklah masalah. 

Bagaimana jika sebaliknya? 

Banyak para Ayah setiap pagi membawa dan gundah mereka, menemani tiap-tiap langkah sampai ke kantor. Keluhan isteri semalam mengenai uang berbelanja yang telah habis, bayaran sekolah anak yang tertunggak mulai sejak bln. lalu, susu si kecil yang tersisa di sendok terakhir, bayar tagihan listrik, hutang di warung tetangga yang mulai sering mengganggu tidur, serta segunung gundah lain yang sering membuatnya terlamun. 

Banyak Ayah yang tangguh yang ingin membuat isterinya tersenyum, meyakinkan anak-anaknya tenang dengan satu kalimat, “Iya, kelak semuanya Ayah bereskan” walau dadanya bergemuruh kencang serta otaknya berputar mencari jalan untuk janjinya membereskan semua gundah yang ia genggam. 

Jadi sejarah pun berjalan, banyak para Ayah yang berakhir di tali gantungan tidak kuat menahan beban ekonomi yang makin menjerat cekat lehernya. Baginya, tali gantungan tidak bedanya dengan jeratan hutang serta rengekan keluarga yang tidak pernah bisa ia sanggupi. Keduanya sama menjerat, bedanya, tali gantungan menjerat lebih cepat dan tidak perlahan-lahan. 

Banyak para Ayah yang membiarkan tangannya berlumuran darah sembari menggenggam sebilah pisau mengorbankan hak orang lain untuk menyelesaikan gundahnya. Walaupun pada akhirnya ia juga harus berakhir didalam penjara. Yang pasti, tidak henti tangis bayi di rumahnya, karena susu yang dijanjikan sang Ayah tidak pernah terbeli. 

Seringkali para Ayah yang sangat terpaksa menggadaikan keimanannya, menipu rekanan sekantor, mendustai atasan dengan merekayasa angka-angka, atau berbuat curang dibalik meja rekan sekerja. Isteri dan anak-anaknya tidak pernah tahu dan tidak pernah bertanya dari mana uang yang didapat sang Ayah. Halalkah? Karena yang penting teredam sudah gundah hari itu. 

Teramat banyak para isteri serta anak-anak yang setia menanti kepulangan Ayahnya, sampai larut tetapi yang ditunggu tidak juga kembali. Sesaat jauh di sana, lelaki yang isteri dan anak-anaknya setia menanti itu sudah babak belur tidak berkutik, hancur meregang nyawa, menahan beberapa sisa nafas paling akhir sesudah dihajar massa yang marah oleh tindakan pencopetan yang dikerjakannya. Sekali lagi, ada yang rela menanggung resiko ini untuk segenggam gundah yang harus ia tuntaskan. 

Sungguh, di antara sekian banyak Ayah itu, saya teramat salut dengan sebagian Ayah lain yang tetaplah sabar menggenggam gundahnya, membawanya kembali pada rumah, memasukkannya dalam mimpi, mengadukannya dalam tiap-tiap doa panjangnya di pertengahan malam, sampai membawanya kembali bersama pagi. Mengharapkan ada rezeki yang Tuhan berikan hari itu, supaya tuntas satu persatu gundah yang masih ia genggam. 

Bapak yang ini, masihlah yakin kalau Tuhan takkan membiarkan anakNya ada dalam kesesatan akibat gundah-gundah yang tidak pernah selesai. 

Ayah ini yakini kalau Tuhan tidak akan menguji seseorang hamba kecuali hanya hamba itu mampu memikulnya, dan Ia selalu berprasangka baik pada Allah dengan percaya kalau tidak ada cobaan yg tidak berakhir dan Jalan keluar selalu akan tiba pada hamba-hamba yang hanya bertumpu pada pertolongan dan kasih sayangNYA semata. 

Para Ayah ini, yang akan merampungkan semuanya gundahnya tanpa harus membuat gundah baru untuk keluarganya. Karena ia takkan menyelesaikan gundahnya dengan tali gantungan, atau mungkin dengan tangan berlumur darah, atau berakhir dibalik jeruji pengap, atau bahkan juga membiarkan seorang tidak di kenal membawa berita buruk mengenai dirinya yang hangus dibakar massa sesudah tertangkap basah mencopet. 

Dan saya, sebagai Ayah, akan tetap menggenggam gundah saya dengan senyum. Saya yakin, Tuhan suka pada orang-orang yang tersenyum dan ringan melangkah dibalik semua keluh dan gundahnya. 
Semoga. 

Silahkan share cerita ini pada bebrapa ayah hebat luar biasa, di semua dunia.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Aku sebagai ayah, akan tetap menggenggam gundah saya dengan senyum"

Posting Komentar